PEMBAHASAN
A. Sebab-sebab Putusnya Perkawinan
Menurut hukum Islam Istilah perceraian disebut dengan bahasa Arab yaitu
“Talak” yang artinya melepaskan ikatan dengan istilah lainnya adalah “Firag”
yang berarti bercerai yaitu lawan dari berkumpul, kemudian dari kedua kata itu
disepakati oleh para ahli fikih sebagai suatu istilah yang berarti perceraian
antara suami istri.
Tidak seperti konsep perkawinan, yang secara tegas dirumuskan
pengertiannya, dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 maupun Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975
tidak ada satu pasalpun yang secara tegas memberi defenisi atau pengertian
tentang perceraian ,tetapi berdasarkan kenyataan pada dasarnya perceraian itu
dapat terjadi karena beberapa alasan,
dari ketentuan itu dapat di simpulkan bahwa perceraian adalah putusnya hubungan
antara suami istri yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Martiman Prodjohamidjojo mengatakan: “perceraian adalah putusnya
perkawinan yang sah di depan hakim pengadilan berdasarkan syarat-syarat
tertentu yang ditetapkan Undang-Undang.”
Pasal 38 Undang-Undang perkawinan
menjelaskan putusnya perkawinan dapat disebabkan karena:
1. Kematian.
2. Perceraian.
3. Atas putusan pengadilan.
Dalam Undang-Undang perkawinan perceraian diperbolehkan akan tetapi
dipersulit, karena salah satu prinsip dalam hukum perkawinan nasional yang
seirama dengan ajaran agama adalah mempersulit terjadinya perceraian , karena
perceraian berarti gagalnya tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang
bahagia, kekal dan sejahtera.
Sedangkan menurut Ny. Soemiati, yang menjadi putusnya
perkawinan ialah
1.
Talaq ialah melepaskan seorang
perempuan dari ikatan perkawinannya. Talaq atau perceraian itu adalah hak yang
diberikan kepada laki-laki
Rukun thalaq ada 3 yaitu:
1. Suami
yang menthalaq dengan syarat baliqh, berakal dan berkehendak sendiri.
2.
Istri yang di thalaq
3. Ucapan yang
digunakan untuk mentalaq.
Macam-Macam Thalaq
Macam-Macam Thalaq
1.
Thalaq Raja’i ialah thalaq yang suami boleh ruju’ kembali, pada mantan istrinya
dengan tidak perlu melakukan perkawinan baru, asal istrinya masih di dalam ‘iddahnya
seperti thalaq 1 dan 2.
2.
Thalaq Ba’in ialah talak yang suami tidak boleh ruj’ kembali kepada mantan
istrinya, melainkan mesti dengan aqad baru:
a. Ba’in sughra (kecil) seperti thalaq tebus (khulu’) dan mentalaq istrinya yang belum dicampuri.
a. Ba’in sughra (kecil) seperti thalaq tebus (khulu’) dan mentalaq istrinya yang belum dicampuri.
b. Ba’in kubra (besar) yaitu thalaq 3.
2.
Khulu’ ialah bentuk perceraian
atas persetujuan suami istri dengan jatuhnya talaq satu dari suami kepada istri
dengan tebusan harta atau uang dari pihak istri yang menginginkan cerai dengan
khulu’ itu.
Dalam pelaksanaannya supaya khuluk ini menjadi sah harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a.
Perceraian dengan khuluk harus
dilaksanakan dengan kerelaan dan persetujuan suami istri
b.
Besar kecil jumlah uang tebusan
harus ditentukan persetujuan bersama antara suami – istri
Apabila tidak terdapat persetujuan antara keduanya
mengenai jumlah uang penebus, hakim pengadilan agama dapat menentukan jumlah
uang tebusan itu.
Akibat dari khuluk atau thalaq tebus
yang dijatuhkan suami itu, keduanya tidak boleh ruju’ dan jika keduanya hendak
kembali sebagai suami istri hendaklah keduanya melakukan akad nikah kembali
3.
Syiqaq itu berarti perselisihan
atau menurut istilah figh berarti perselisihan suami istri yang diselesaikan
dua orang hakim, satu orang dari pihak suami dan yang satu orang dari pihak
istri. Kalau tidak bisa didamaikan maka perselisihan akan berakhir dengan
perceraian.
4.
Fasakh adalah tuntutan pemutusan
perkawinan ini disebabkan karena pihak istri menemui cela pada pihak suami atau
merasa tertipu atas hal-hal yang belum diketahui sebelum berlangsungnya
perkawinan.
Alasan-alasan yang diperbolehkan seorang istri menuntut Fasakh di
pengadilan ialah :
a.
Suami sakit gila
b.
Suami menderita penyakit menular
yang tidak dapat diharapkan dapat sembuh.
c.
Suami tidak mampu atau hilang
kemampuan untuk melakukan hubungan kelamin.
d.
Suami jatuh miskin hingga tidak
mampu memberi nafkah pada istrinya.
e.
Istri merasa tertipu baik dalam
nasab kekayaan atau kedudukan suami.
f.
Suami pergi tanpa diketahui tempat
tinggalnya dan tanpa berita, sehingga tidak diketahui hidup atau mati dan
waktunya sudah cukup lama
5.
Ta’lik talaq ialah yang
digantungkan pada satu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam
suatu perjanjian yang telah diperjanjikan lebih dahulu.
6.
Ila’ ialah keadaan dimana seorang
suami bersumpah dia tidak akan mencampuri istrinya, dia tidak mentalaq atau
menceraikan istrinya. Sesudah berlaku masa 4 (empat) bulan si suami harus
memberi ketegasan apakah akan kembali kepada istrinya (menyetubuhinya) lagi
dengan membayar kafarat sumpah atau menthalaqnya.
7.
Zhihar adalah prosedur talaq, yang
hampir sama dengan ila’. Artinya Zhihar ialah seorang suami yang bersumpah
bahwa istrinya itu baginya sama dengan punggung ibunya.
8.
Li’an ialah suami menuduh istri
berbuat zina dengan laki-laki lain. Arti Li’an ialah laknat sumpah yang
didalamnya terdapat penyataan bersedia menerima laknat Tuhan, apabila yang
mengucapkan sumpah itu berdusta
9.
Kematian
Putusnya perkawinan dapat pula disebabkan karena kematian
suami atau istri. Dengan demikian salah satu pihak, maka pihak lain berhak
warisan atas harta peninggalan yang meninggal
B. Alasan-alasan Perceraian
Dalam UU No I Tahun 1974 dikatakan
apabila suami ingin menceraikan istrinya atau seorang istri mengajukan gugatan
cerai maka ia harus mempunyai alasan yang cukup, bahwa mereka tidak bisa hidup
rukun sebagai suami istri.
Didalam PP No 9 tahun 1975 sebagai peraturan pelaksana dari UU No 1 Tahun
1974 di sebutkan dengan rinci alasan-alasan untuk melakukan perceraian
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 19. Perceraian dapat terjadi karena
alasan-alasan:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabok, penjudi dan lainnya yang sukar disembuhkan.
Yang terutama menjadi sebab perceraian adalah perzinahan yang biasanya
dilakukan pihak suami termasuk suka bermain cabul dengan wanita pelacur begitu
juga dengan mabuk, perjudian dapat merupakan alasan istri untuk meminta cerai
dari suami. Tapi adakalanya perbuatan seperti itu dilakukan oleh pihak istri
walaupun jarang terjadi.
2. Salah satu pihak
meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah atau karena hal
lain diluar kemampuannya.
Apabila salah satu pihak meninggalkan pihak lain,
dengan alasan yang sah, seperti ada hal-hal dalam rumah tangga suami istri yang
sangat jelek, sehingga dianggap layak suami atau istri meninggalkan tempat kediaman, akan tetapi
pihak yang pergi itu harus kembali lagi sesudah sebab itu hilang, maka tenggang
waktu yang diberikan adalah dua tahun, terhitung dari saat hilangnya sebab yang
sah itu dan setelah lampau tenggang waktu ini, pihak yang ditinggalkan dapat
menuntut perceraian apabila salah satu pihak meninggalkan yang lain dengan
sengaja tanpa alasan yang sah.
3.
Salah satu pihak mendapat hukuman
penjara 5 tahun setelah perkawinan berlangsung.
Jika salah satu pihak mendapat
hukuman dalam jangka waktu yang lama, dimana Undang-Undang Perkawinan
menjatuhkan lamanya hukuman yaitu dalam jangka waktu lima tahun. Maka dengan
alasan ini pihak yang tidak mendapat hukuman tidak terlalu lama menunggu,
karena hal ini dapat menghindari dan mencegah dari perbuatan zina.
4.
Salah satu pihak melakukan
kekejaman atau penganiayaan yang membahayakan pihak lain.
Bagi pihak yang teraniaya dapat mengajukan gugatan perceraian dengan
alasan, bahwa ia dianiaya atau mendapat perlakuan yang kejam. Jika hal ini
terus terjadi, dapat menimbulkan ketegangan dalam kehidupan rumah tangga itu sendiri.
Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam suatu rumah tangga.
Perselisihan antara suami istri antara kerabat yang bersangkutan dengan
perkawinan jika tidak mungkin perselisihan itu didamaikan maka dapat menjadi
sebab terjadinya perceraian. Perselisihan itu dapat dikarenakan penyakit
cemburu yang berlebih-lebihan dalam mengurus kehidupan rumah tangga, bertolak
belakang dalam berfikir dan bertindak sebagai suami istri karena tidak setaraf
dan mungkin juga sebagai akibat perselisihan yang menyangkut adat kekerabatan,
misalnya berkenaan dengan kedudukan martabat, harta pusaka dan lain sebagainya.
Kalau dalam BW alasan untuk mengadakan perceraian itu dapat dilihat dalam
Pasal 209 BW:
1.
Zina.
2.
Meninggalkan tempat bersama dengan
sengaja.
3.
Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun
lamanya atau dengan hukuman lebih berat yang diucapkan setelah perkawinan
4.
Melukai berat atau menganiaya yang
dilakukan oleh si suami atau si istri terhadap istri atau suami, sehingga
membahayakan pihak yang dilukai atau dianiaya, yang menimbulkan luka berat yang
membahayakan.
Sedangkan dalam ajaran agama Islam bahwa alasan perceraian itu ditujukan
kepada seorang istri yang ingin bercerai dengan suaminya. Seorang suami tidak
memerlukan alasan apabila ia ingin menceraikan istrinya, karena hak talak itu
berada pada pihak laki-laki.
C. Tata Cara Talaq
1. Talak Tiga Sekaligus
Jumhur ulama
memang mengatakan bahwa talak tiga bisa jatuh bila suami mengatakannya tiga
kali dalam satu majelis. Contohnya, ”Kamu saya talak, kamu saya talak, kamu
saya talak”. Maka jatuhlah talak tiga.
Namun
pendapat ini bukanlah satu-satunya. Karena ulama lain mengatakan bahwa lafaz
seperti itu tidak menjatuhkan talak tiga tapi hanya talak satu saja. Dasarnya
adalah hadits berikut:
Dari Mahmud
bin Labid berkata bahwa Rasulullah SAW menceritakan kepada kami tentang seorang
yang menceraikan istrinya talak tiga sekaligus. Lalu Rasulullah SAW berdiri
sambil marah dan berkata, ”Apakah kitabullah dipermainkan sementara aku masih
berada di antara kamu?” Sampai-sampai ada seorang yang berdiri dan bertanya
kepada Rasulullah SAW, ”Ya Rasul, Bolehkah aku membunuh orang itu?” (HR.
An-Nasa’i)
Selain itu
memang dalam Al-Quran telah disebutkan bahwa talak itu berjenjang. “Talak itu
dua kali” sebagaimana disebutkan dalam surat
Al-Baqarah.
Kedua
pendapat ini merupakan pilihan yang masing-masingnya memiliki sejumlah dalil
yang kuat.
2. Talak Tidak Butuh
Saksi
Mentalak istri adalah sebuah
pernyataan untuk melepaskan hubungan syar’i antara suami dengan istri. Talak
dilakukan oleh suami kepada istrinya, tanpa membutuhkan saksi atau pun hadir di
depan hakim. Cukup dilakukan dengan lafadz, ungkapan atau pernyataan. Dan
ungkapan/lafaz cerai itu ada dua macam. Pertama lafaz yang sharih
(jelas/eksplisit) dan kedua lafaz yang majazi (tidak jelas/implisit).
a. Lafaz sharih atau
lafaz yang jelas
Di mana di
dalam lafaz itu disebutkan secara jelas kata ‘cerai’, ‘talak’ atau ‘firaq’.
Bila hal ini disebutkan, maka meski dilakukan dengan main-main, tapi talaknya
tetap jatuh.
Lafaz yang sharih misalnya, ”Aku ceraikan kamu.” Bila lafaz itu
diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya, maka jatuhlah talaq satu. Bahkan
meski itu dilakukan dengan main-main.
Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal yang main-mainnya tetap dianggap
serius, yaitu nikah, talak dan rujuk.” Dalam lain riwayat disebutkan, “nikah,
talak dan membebaskan budak”.
b.
Lafaz yang bersifat kina`i,
Yaitu lafaz yang tidak secara jelas menyebutkan salah satu dari tiga lafaz itu. Atau lafaz yang bisa bermakna ganda. Misalnya adalah apa yang anda sebutkan di atas.Seperti seroang suami berkata kepada istrinya, ”Pulanglah kamu ke rumah orang tuamu”. Dalam kasus seperti ini, maka yang menjadi titik acuannya adalah niat dari suami ketika mengucapkannya. Atau `urf (kebiasaan) yang terjadi di negeri itu.
Yaitu lafaz yang tidak secara jelas menyebutkan salah satu dari tiga lafaz itu. Atau lafaz yang bisa bermakna ganda. Misalnya adalah apa yang anda sebutkan di atas.Seperti seroang suami berkata kepada istrinya, ”Pulanglah kamu ke rumah orang tuamu”. Dalam kasus seperti ini, maka yang menjadi titik acuannya adalah niat dari suami ketika mengucapkannya. Atau `urf (kebiasaan) yang terjadi di negeri itu.
Misalnya,
kata-kata,”Pulanglah ke rumah orang tuamu.” Apakah lafaz ini berarti thalaq
atau bukan? Jawabannya tergantung niat atau kebiasaan yang terjadi di
masyarakat. Bila kebiasaannya lafaz itu yang digunakan untuk mencerai istri,
maka jatuhlah thalak itu. Bila tidak, maka tidak.
Talak kina`i
ini tidak menjatuhkan talak kecuali bila dengan niat dari pihak suami. Jadi
tergantung pada niatnya saat melafalkan lafaz kina’i itu.
3. Istri Tidak
Ditemui Saat Talak
Yang
terpenting istri itu tahu dan mendengar informasi bahwa dirinya sudah ditalak
suaminya. Tidak ada persyaratan bahwa lafaz talaq itu harus diucapkan suami
langsung di depan istrinya.
Talak bisa
saja disampaikan lewat tulisan atau pesan yang dibawa seseorang kepada istri.
Dan talak itu sudah jatuh terhitung sejak suami mengatakannya, bukan tergantung
kapan istri mengetahuinya
KESIMPULAN
Dari pembahasan
makalah diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya :
1.
Menurut hukum Islam Istilah perceraian disebut dengan
bahasa Arab yaitu “Talak” yang artinya melepaskan ikatan dengan istilah lainnya
adalah “Firag” yang berarti bercerai yaitu lawan dari berkumpul, kemudian dari
kedua kata itu disepakati oleh para ahli fikih sebagai suatu istilah yang
berarti perceraian antara suami istri.
2.
Rukun thalaq ada 3 yaitu:
1. Suami
yang menthalaq dengan syarat baliqh, berakal dan berkehendak sendiri.
2. Istri yang di thalaq
3. Ucapan yang
digunakan untuk mentalaq
3. Ungkapan/lafaz
cerai itu ada dua macam. Pertama lafaz yang sharih (jelas/eksplisit) dan kedua
lafaz yang majazi (tidak jelas/implisit).
4. Perceraian dapat terjadi karena
alasan-alasan:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk,penjudi
dan lain sebagainya.
b.
Salah satu pihak ditinggalkan 2 tahun berturut-turut baik oleh pihak suami
maupun istri
c.
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun setelah perkawinan berlangsung
d. Salah
satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan yang membahayakan pihak lain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar